DENPASAR - 'Doxing' atau doksing adalah sebuah tindakan berbasis internet untuk meneliti dan menyebarluaskan informasi pribadi secara publik terhadap seseorang individu atau organisasi.
Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi termasuk mencari basis data yang tersedia untuk umum dan situs sosial media, meretas, dan rekayasa sosial (Wikipedia).
Pengelola media Wacana Bali dan Barometer Bali mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan di publik baru - baru ini. Merasa jadi korban doksing atau pembunuhan karakter pribadi di media sosial, Pemimpin Redaksi (Pemred) media online barometerbali.com dan wacanabali.com, I Gusti Ngurah Dibia melaporkan akun FB Info Jagat Maya dan Opini Bali ke Polda Bali dengan surat tanda penerimaan laporan No. Reg: STPL/1037/IX/2023/SPKT/Polda Bali, Kamis (21/9/2023).
Baca juga:
Gawat, KPK Membuat Program Desa Antikorupsi
|
Jro Komang Sutrisna SH selaku kuasa hukum pelapor mengaku heran, bagaimana pelaku mengambil foto kliennya (Ngurah Dibia, red), dikatakan sebagai pengelola akun FB Global Bali Dewata (GBD) dan menyebarkan fitnah lewat akun Facebook (FB) Info Jagat Maya dan Opini Bali. Ia mencurigai ada tiga nama, tapi pada pemeriksaan berikutnya jika cukup bukti, akan disampaikan ke penyidik.
“Kami mencurigai ada tiga nama. Bagaimana klien kami ini kompetensinya wartawan utama dan nama baiknya dicemarkan. Selain sekarang sebagai Pemred wacanabali.com juga menjadi Sekretaris terpilih Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali, ” ungkap Jro Komang Sutrisna usai pelaporan ke Ditreskrimsus Subdit V Unit Cyber Crime dan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali, Kamis (21/9/2023)
Ia mengatakan, KUHP Pasal 310 ayat 3 dijadikan alternatif dasar jerat hukumnya. Yang berbunyi, ‘jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah’.
“Media sosial telah menjadi ranah publik. Ketika pencemaran itu dimuat di media sosial, pasal ini cukup bisa menjerat perbuatannya, ” jelasnya.
Sementara dalam UU ITE, selain dalam KUHP juga dapat merujuk pada Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 yang mengatur setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
“Kami buktikan, perbuatan melawan hukum sudah dilakukan. Untuk itu, kami melaporkan dua akun ini. Supaya ada pembelajaran ke yang lain. Jangan gunakan media sosial untuk hal-hal yang tidak benar dan melawan hukum, ” tegasnya didampingi pengacara Komang Suasmara, SH, MH.
Lebih lanjut dijelaskan, selama ini instrumen perlindungan terhadap profesi wartawan telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam UU Pers Pasal 1 ayat (8), perlindungan sebagai sebuah entitas.
“Instrumen perlindungan wartawan secara detail sudah ada dalam UU Pers. Di sini sudah ada definisi yang jelas, termasuk doxing, ” ungkap pengacara yang juga mantan reporter di Radio Global FM Bali, Kelompok Media Bali Post.
UU Pers no 40 tahun 1999 juga menjamin kemerdekan pers sebagai hak asasi warga negara dalam menjalankan pekerjaannya. “Pasal 4 ayat (2), tertulis perlindungan terhadap wartawan. Karena itu, tidak boleh ada larangan atau ancaman bagi wartawan, ” tutup Jro Komang Sutrisna. (Tim)
Editing : Ray